Pencabutan Kewenangan Penyidikan Dinilai Melemahkan Kejaksaan yang Sedang Getol Tangani Korupsi
Pencabutan kewenangan penyidikan oleh Kejaksaan, terutama dalam kasus-kasus korupsi, menurut Irfan, akan menghambat upaya pemberantasan korupsi yang
Penulis:
willy Widianto
Editor:
Acos Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA 鈥 Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) baru tengah memicu perdebatan sengit. Salah satu isu yang mencuat adalah pencabutan kewenangan Kejaksaan dalam melakukan penyidikan, termasuk dalam kasus tindak pidana korupsi.
Isu ini memicu kritik tajam dari berbagai kalangan, salah satunya praktisi hukum Irfan Aghasar.
Irfan menilai bahwa langkah ini merupakan upaya nyata untuk melemahkan Kejaksaan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
鈥淭idak ada alasan rasional untuk mencabut kewenangan penyidikan kejaksaan, khususnya dalam kasus korupsi,鈥 ujar Irfan dalam keterangan pers, Minggu (16/3/2025).
Baca juga: YLBHI Ungkap 4 Poin Kritis di RUU TNI yang jadi聽Ancaman Demokrasi, Ini yang Dikhawatirkan Terjadi
Ia menegaskan bahwa Kejaksaan Agung memiliki rekam jejak yang luar biasa dalam menangani kasus-kasus besar korupsi.
Sebagai contoh, Kejaksaan berhasil mengungkap sejumlah kasus megakorupsi yang merugikan negara dengan jumlah fantastis, seperti kasus korupsi Pertamina yang mencapai kerugian negara hingga Rp 968,5 triliun, korupsi PT Timah sebesar Rp 300 triliun, dan berbagai kasus lainnya yang mencapai angka triliunan rupiah.
Pencabutan kewenangan penyidikan oleh Kejaksaan, terutama dalam kasus-kasus korupsi, menurut Irfan, akan menghambat upaya pemberantasan korupsi yang selama ini sudah menunjukkan hasil positif.聽
鈥淜ejaksaan telah banyak berperan besar dalam mengungkapkan kasus-kasus besar. Pelemahan institusi ini akan mengancam keberhasilan pemberantasan korupsi,鈥 tegasnya.

Dalam RKUHAP, Pasal 6 ayat (1) membatasi kewenangan penyidikan kejaksaan hanya pada pelanggaran HAM berat, sementara untuk perkara lain, termasuk korupsi, kewenangan tersebut dihilangkan. Irfan menilai hal ini bertentangan dengan hukum yang berlaku saat ini (ius constitutum), yang memberi wewenang penyidikan kepada Kejaksaan dalam perkara tindak pidana korupsi.
Irfan Aghasar, yang kini tengah menempuh studi S3 Ilmu Hukum di Universitas Hasanuddin, juga menilai bahwa pengaturan dalam RKUHAP tersebut tidak sesuai dengan cita hukum yang seharusnya (ius constituendum). Sebelumnya, Irfan telah menempuh pendidikan S1 di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin dan meraih gelar Magister Hukum di Fakultas Hukum Trisakti.
Dengan latar belakang yang mendalam, Irfan menyuarakan penolakan keras terhadap upaya pembatasan kewenangan Kejaksaan ini demi memastikan pemberantasan korupsi terus berjalan efektif.
Akademisi Pertanyakan Aturan Senjata Api Jaksa hingga Pengawasan Multimedia dalam RUU Kejaksaan |
![]() |
---|
Dewan Pers Bakal Periksa Etik Direktur Pemberitaan JakTV, Keluarga Urus Pengalihan Penahanan |
![]() |
---|
Kondisi Rumah Lokasi Penemuan Uang Rp 5,5 Miliar Hakim Ali Muhtarom, Penghuni Dikenal Sebagai Petani |
![]() |
---|
VIDEO EKSKLUSIF Direktur Pemberitaan JakTV Jadi Tersangka, Dewan Pers Perlu Data dari Kejagung |
![]() |
---|
Direktur JakTV Tersangka, DPR: Produk Jurnalistik Dipidana Pasal Perintangan Penyidikan, Tidak Lazim |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.