Amnesty International Soroti 5 Fenomena Menguatnya Praktik Otokrasi di Indonesia
Ada tiga indikator utama yang bisa dijadikan ukuran apakah sebuah negara pantas disebut sebagai negara demokrasi atau negara otokrasi.
Penulis:
Gita Irawan
Editor:
Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Amnesty Internasional meluncurkan laporan tahunan yang menyoroti situasi hak asasi manusia di 150 negara di dunia, termasuk Indonesia, di kantor Amnesty Internasional Indonesia Menteng, Jakarta pada Selasa (29/4/2025).
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menjelaskan terdapat tiga indikator utama yang bisa dijadikan ukuran apakah sebuah negara pantas disebut sebagai negara demokrasi atau negara otokrasi.
Tiga ukuran itu, lanjut dia, adalah adanya kebebasan di ruang warga, adanya kebebasan di dalam sistem politik parlemen, dan juga ada pemilu yang berintegritas.
Dalam laporan hak asasi manusia yang disampaikan oleh Amnesty Internasional, ungkap dia, terdapat setidaknya lima fenomena yang terjadi di dunia yang membuat pihaknya berkesimpulan bahwa dunia sedang mengalami otokratisasi.Â
Amnesty mencatat sepanjang tahun-tahun sejak 2020 praktik-praktik otoritarianisme di dunia semakin menguat.
Sedangkan sepanjang tahun terakhir ada lima fenomena yang menunjukkan menguatnya praktik otoritarianisme di dunia
Lima fenomena itu adalah serangan terhadap supremasi hukum atau rule of law, termasuk norma hukum internasional yang tadi disampaikan dalam kasus Gaza atau Ukraina.

Kedua, adalah fenomena serangan terhadap kebebasan berekspresi atau perbedaan pandangan. Ketiga, adalah penyalahgunaan teknologi yang melenggar hak asasi manusia.
Keempat, adalah diskriminasi terhadap kelompok minoritas baik itu suku, agama, asal-usul kebangsaan maupun rasial.
Kelima, adalah fenomena pengingkaran kebijakan-kebijakan kesepakatan Paris untuk perubahan iklim yang dilakukan oleh banyak pemimpin negara sehingga mengakibatkan ketimpangan sosial ekonomi dan juga lingkungan seluruh dunia.Â
Dengan memotret kondisi hak asasi manusia dari kelima fenomena itu, Usman mencatat lima praktik yang menunjukkan praktik otoriter di Indonesia semakin menguat.
Pertama, kata dia, fenomena serangan terhadap aturan hukum. Dalam konteks itu, ia membandingkan situasi di Gaza dengan situasi di Papua.
"Dalam kasus Indonesia, norma hukum humaniter yang sama juga diinjak-injak. Perbedaannya norma hukum internasional humaniter di Gaza itu adalah menyangkut konflik persenjataan internasional, dalam kasus Papua konflik persenjataan non-internasional," kata Usman saat konferensi pers di kantor Amnesty Internasional Indonesia Menteng Jakarta Pusat pada Selasa (29/4/2025).
"Norma itu juga terlihat di injak-injak ketika begitu telanjangnya aparat melakukan kekerasan dan menggunakan kekuatan yang berlebihan, setiap kali ada ekspresi pandangan yang kritis terhadap pemerintah. Padahal, mayoritas ekspresi itu sangat-sangat damai, sangat sah," ucapnya.
Baca juga: Amnesty International Menolak Usulan Menjadikan Soeharto Pahlawan Nasional
Amini Ucapan Prabowo, Amnesty International Yakini Indonesia Bisa Jadi Negara Penghapus Hukuman Mati |
![]() |
---|
Tahun 2024 Pengadilan Indonesia Vonis Mati 85 Pelaku Pidana, Mayoritas Terlibat Kasus Narkotika |
![]() |
---|
DPR Dinilai Tergesa-gesa Bahas RUU KUHAP Sehingga Berpotensi Melanggar HAM |
![]() |
---|
Menteri HAM Natalius Pigai Resmikan Pusat Studi Hukum dan HAM di Nusa Putra University |
![]() |
---|
Amnesty International Desak Investigasi & Usut Tuntas Teror Kepala Babi - Bangkai Tikus di Tempo |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.