Konflik Palestina Vs Israel
Hamas Buka Opsi Damai dengan Israel, Ismail Haniyeh: Negara Palestina Harus Dibentuk
Hamas menyebutkan syarat diskusi dengan Israel yaitu diskusi harus diakhiri dengan terbentuknya negara Palestina, yang libatkan faksi perlawanan.
Penulis:
Yunita Rahmayanti
Editor:
Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Kepala biro politik Hamas, Ismail Haniyeh, mengatakan Hamas terbuka terhadap perundingan untuk mengakhiri perang dengan Israel.
Namun, Ismail Haniyeh menekankan kesepakatan akhir itu harus mengarah pada negara Palestina yang merdeka.
"Hamas siap untuk berdialog dengan Israel, berharap bahwa pembicaraan di masa depan dapat menertibkan rumah Palestina baik di Tepi Barat maupun Jalur Gaza,” kata Ismail Haniyeh dalam pidatonya yang disiarkan televisi pada Rabu (13/12/2023).
“Kami terbuka untuk mendiskusikan pengaturan atau inisiatif apa pun yang dapat mengakhiri agresi dan mengarah pada jalur politik yang menjamin hak rakyat Palestina atas negara merdeka mereka dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya,” lanjutnya, dikutip dari Sky News.
Namun, Ismail Haniyeh kemudian memperingatkan segala upaya untuk mengecualikan Hamas dan kelompok bersenjata lainnya dari penyelesaian pascaperang akan menjadi sebuah “khayalan".
Hamas mengatakan faksi perlawanan Palestina apa pun harus dilibatkan dalam proses tersebut.
Baca juga: Israel Umumkan Kekalahan Terburuknya, Hamas: Semakin Lama Anda di Gaza, Semakin Rugi dan Kecewa
Benjamin Netanyahu: Israel Tak akan Ulangi Perjanjian Oslo
Komentar Ismail Haniyeh muncul hanya satu hari setelah Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan negara Palestina tidak mungkin terwujud.
Dalam pernyataannya, Benjamin Netanyahu bersumpah untuk tidak pernah mengulangi kesalahan Oslo, perjanjian perdamaian tahun 1993 yang menciptakan peta jalan bagi negara Palestina yang berdaulat.
Netanyahu menyebut Perjanjian Oslo adalah kesalahan besar Israel.
Perjanjian Oslo I ditandatangani oleh Presiden Otoritas Pembebasan Palestina (PLO), Yasser Arafat, dan Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin di Gedung Putih, Amerika Serikat.
Rencananya, Perjanjian Oslo dapat menjadi cikal bakal terbentuknya negara Palestina yang berdampingan dengan Israel.
Namun pada 4 November 1995, oposisi Israel membunuh Yitzhak Rabin setelah ia menandatangani Perjanjian Oslo II pada 28 September 1995 dan negara Palestina yang merdeka tidak pernah terwujud.

Baca juga: Ke Ukraina untuk Lawan Rusia, Tentara Israel Kena Mental dan Berujung Mengemis di Medsos
Perjanjian Oslo II membagi wilayah Tepi Barat menjadi tiga bagian; area A, area B dan area C.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.