bet365足球投注

Sabtu, 3 Mei 2025

PMI Manufaktur Kontraksi, Alarm Industri Sedang Tidak Baik dan Perlu Regulasi yang Berpihak

Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada April 2025 yang berada di level kontraksi dengan 46,7 poin

|
Penulis: Lita Febriani
Editor: Sanusi
dok Kemenperin
PMI MANUFAKTUR KONTRAKSI - Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada April 2025 yang berada di level kontraksi dengan 46,7 poin, menurut laporan S&P Global. Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arief mengatakan, survei PMI manufaktur merupakan survei persepsi terhadap pelaku industri yang menunjukkan tingkat keyakinan, seperti optimis atau pesimis, pelaku industri manufaktur menjalankan usahanya saat ini. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kondisi ekonomi global yang memanas akibat perang dagang Amerika Serikat dan China membuat performa manufaktur dalam negeri ikut terimbas.

Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada April 2025 yang berada di level kontraksi dengan 46,7 poin, menurut laporan S&P Global.

Baca juga: PMI Manufaktur April 2025 Anjlok, Pengusaha: Akibat Efisiensi Belanja Pemerintah

Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arief mengatakan, survei PMI manufaktur merupakan survei persepsi terhadap pelaku industri yang menunjukkan tingkat keyakinan, seperti optimis atau pesimis, pelaku industri manufaktur menjalankan usahanya saat ini.

"Artinya dari hasil survei tersebut, ada tekanan psikologis pada persepsi pelaku usaha menghadapi perang tarif global dan banjir produk impor pada pasar domestik," ucap Febri dalam keterangan resmi, Jumat (2/5/2025).

Guna meningkatkan optimisme industri, pelaku usaha membutuhkan regulasi yang jelas sehingga bisa mendorong produktivitas manufaktur.

Selain itu, saat ini pelaku industri manufaktur di Indonesia masih menunggu kepastian dari hasil negosiasi perwakilan Pemerintah Indonesia yang telah menemui pihak pemerintah Amerika Serikat.

Baca juga: Purchasing Index Sektor Manufaktur Turun: Produksi Melemah, Ancaman PHK Meluas

"Dengan adanya kepastian hukum melalui kebijakan dari pemerintah, pelaku industri akan dapat percaya diri untuk menjalankan usahanya sehingga tidak dalam kondisi wait and see seperti saat ini," terang Febri.

Ia menilai, pelaku industri dalam negeri bukan hanya saja khawatir karena adanya pemberlakuan tarif resiprokal oleh Presiden Trump, tetapi mereka lebih khawatir terhadap serangan produk-produk dari sejumlah negara yang terdampak tarif Trump tersebut.

"Karena bisa jadi Indonesia sebagai pasar alternatif, sehingga kita akan mendapat limpahan atau muntahan barang-barang impor itu," ujar Jubir Kemenperin.

Febri menyatakan, sudah banyak pelaku industri atau asosiasi telah melaporkan berbagai keluhannya ke Kementerian Perindustrian atas kondisi ketidakpastian saat ini.

"Mereka menunggu kebijakan-kebijakan strategis dari pemerintah dalam memberikan perlindungan kepada industri dalam negeri untuk bisa berdaya saing di pasar domestik atau menjadi tuan rumah di negara sendiri," ungkapnya.

Sebab, dari sisi struktur produksi, sekitar 20 persen produk industri nasional dialokasikan untuk pasar ekspor, sementara 80 persen lainnya diserap oleh pasar domestik yang mencakup belanja pemerintah, swasta, dan rumah tangga. Ini menunjukkan bahwa pentingnya pasar domestik harus dilindungi untuk kepentingan industri dalam negeri, yang sekaligus sebagai wujud nyata bentuk sikap nasionalisme.

鈥淜ami memiliki komitmen kuat dan kosisten untuk ikut menciptakan suasana optimisme bagi pelaku usaha di Indonesia, namun perlunya dukungan penuh dari stakeholders terkait terutama dari K/L lain penentu kebijakan yang menentukan nasib industri, untuk dapat segera menerbitkan kebijakan- kebijakan yang pro-investasi dan juga pro terhadap perlindungan industri dalam negeri. Jangan sampai permintaan pasar domestik yang sudah turun saat ini malah diisi oleh barang-barang impor,鈥 ujarnya.

Febri menambahkan, penurunan PMI manufaktur Indonesia paling dalam dibandingkan negara-negara peers. Di ASEAN misalnya, PMI manufaktur Filipina masih berada di fase ekspansif, karena kebijakan tarif Trump tidak terlalu memberatkan bagi mereka dibandingkan negara-negara lain. Selain itu, kebijakan perlindungan pasar dalam negeri di Filipina cukup afirmatif.

Berdasarkan laporan S&P Global, PMI manufaktur yang mengalami kontraksi pada April 2025, antara lain Thailand (49,5), Malaysia (48,6), Jepang (48,5), Jerman (48,0), Taiwan (47,8), Korea Selatan (47,5), Myanmar (45,4), dan Inggris (44,0). Meskipun PMI manufaktur China berada di fase ekspansi (50,4), tetapi mengalami perlambatan dibanding bulan sebelumnya.

Usamah Bhatti selaku Ekonom S&P Global Market Intelligence mengatakan, sektor industri manufaktur di Indonesia mencatatkan kondisi kesehatan yang kurang baik memasuki triwulan kedua tahun 2025. 鈥淚ni kontraksi pertama dalam lima bulan di tengah penurunan tajam pada penjualan dan output. Selain itu, penurunan tajam sejak Agustus 2021,鈥 ungkapnya.

Menanggapi keadaan tersebut, S&P Global melaporkan, sejumlah perusahaan mengurangi pembelian dan tenaga kerja serta mengurangi jumlah stok input dan barang jadi. 鈥淧erkiraan jangka pendek masih suram karena perusahaan mengalihkan kapasitas untuk menyelesaikan pekerjaan yang belum terselesaikan akibat tidak ada penjualan, tampaknya kondisi ini akan berlanjut beberapa bulan mendatang,鈥 imbuhnya.

Berita Rekomendasi
asd
  • Berita Terkini

    © 2025 bet365足球投注, a subsidiary of . All Right Reserved
    bet365足球投注 Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan