bet365×ãÇòͶעners / Citizen Journalism
Menimbang Pemakzulan Gibran: Manfaat atau Mudarat?Â
Putusan tersebut sudah final dan mengikat serta harus dihormati oleh seluruh warga negara Indonesia.
Editor:
Hasanudin Aco
Oleh: Dr Anwar Budiman SH MH
Praktisi Hukum dan Akademisi Universitas Krisnadwipayana
TRIBUNNEWS.COM - Segala sesuatu harus ditimbang manfaat dan mudaratnya.
Lebih banyak manfaat atau mudaratnya?
Jika lebih banyak manfaatnya, laksanakan.
Sebaliknya, jika lebih banyak mudaratnya, jangan nekat.Â
Tentu saja yang dimaksud manfaat dan mudarat di sini adalah buat bangsa dan negara, bukan buat individu, kelompok atau golongan tertentu.Â
Pun, dalam hukum ada asas yang disebut kemanfaatan hukum, yakni prinsip penting dalam penegakan hukum yang menekankan bahwa penerapan hukum harus memberikan manfaat nyata bagi masyarakat, bukan hanya sekadar memenuhi formalitas hukum.
Asas ini menjadi pertimbangan penting dalam penegakan hukum, selain keadilan dan kepastian hukum.
Begitu pun soal usulan "impeachment" atau pemakzulan Gibran Rakabuming Raka dari jabatan Wakil Presiden RI.Â
Diketahui, beberapa hari lalu Forum Purnawirawan Prajurit TNI mengusulkan pergantian Wakil Presiden kepada MPR karena keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap judicial review (uji materi) Pasal 169 Huruf Q Undang-Undang (UU) No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu telah melanggar hukum acara MK dan UU No 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.Â
Sesungguhnya, syarat pemakzulan presiden/wapres sudah diatur dalam konstitusi, khususnya Pasal 7A Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang berbunyi, "Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden."
Jika alasannya adalah Putusan MK Nomor 90 Tahun 2023 dinilai melanggar hukum acara MK dan UU Kekuasaan Kehakiman, maka sesungguhnya hal tersebut sudah dianggap selesai dengan Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) No 02/MKMK/L/11/2023 yang menjatuhkan sanksi pemberhentian Anwar Usman sebagai Ketua MK setelah terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim dalam pengambilan keputusan Perkara No 90/PUU/XXI/2023 tentang batas usia minimal capres/cawapres.Â
Putusan MK 90/2023 itu memuat perubahan syarat usia minimal capres/cawapres dalam UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Putusan tersebut sudah final dan mengikat serta harus dihormati oleh seluruh warga negara Indonesia, sesuai dengan asas hukum “res judicata pro veritate habetur" (sesuatu yang telah diputus oleh hakim harus dianggap benar).
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.