Enam Orang Utan Dilepasliarkan di Hutan Kaltim, Menhut Harap Makin Sedikit Satwa Masuk Konservasi
Enam individu orang utan dilepasliarkan Kementerian Kehutanan ke habitat aslinya di Muara Wahau, Kutai Timur, Kalimantan Timur, Rabu (23/4/2025).
Penulis:
Danang Triatmojo
Editor:
Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak enam individu orang utan dilepasliarkan Kementerian Kehutanan ke habitat aslinya di Muara Wahau, Kutai Timur, Kalimantan Timur, Rabu (23/4/2025).Â
Orang utan yang dilepasliarkan sebelumnya dirawat di kawasan konservasi.
Enam individu orang utan itu terdiri dari tiga jantan dan tiga betina, dengan rentang umur 10-31 tahun.Â
Salah satunya adalah orang utan betina bernama Mikhayla yang berusia 10 tahun.
Perjalanan menuju lokasi pelepasan orang utan ditempuh menggunakan perahu dengan menyusuri sungai dari Dermaga KM 67 menuju Dermaga Ponton, dan dilanjutkan dengan berjalan kaki.
"Mudah-mudahan mereka menjadi orang utan yang bahagia karena kembali ke tempat asalnya, tempat yang sesungguhnya, rumah mereka sebenarnya," ucap Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni saat memimpin pelepasliaran orang utan di Muara Wahau.
Baca juga: Viral Video Orang Utan Kurus Kering Berjalan dengan Anaknya, Kini Dievakuasi BKSDA Kaltim
Raja Juli Antoni mengatakan, pelepasliaran ini menjadi pengingat bagi jajaran Kemenhut untuk lebih serius dalam menjaga ekosistem dan kelestarian hutan sehingga tak banyak satwa yang harus ditempatkan di lokasi konservasi.
"Mereka memang harus ada di rimba raya, di alam liar sana sebagai binatang yang memang itulah habitatnya. Jadi ada rasa syukur sekaligus tantangan bagi kami untuk kerja lebih giat lagi," jelasnya.Â
Ia mengungkap salah satu upaya Kemenhut untuk menjaga populasi orang utan adalah memperketat wilayah pelepasan.Â
Dengan tujuan meminimalisir adanya orang utan yang kembali menjadi korban dari oknum tak bertanggung jawab.
Baca juga: Orang Utan Ditemukan Mati Kesetrum di Kabupaten Dharmasraya, Tergantung di Seutas Kabel
Selain itu, ada tiga elemen yang perlu diperhatikan, yakni kelestarian hutan, pembangunan yang tak boleh terhenti, dan kesejahteraan masyarakat.Â
Tiga elemen ini menurutnya perlu berjalan beriringan dengan kerja sama semua pihak baik masyarakat, pemerintah pusat dan daerah, maupun pihak swasta.
"Kita harus ketat dalam pelepasan kawasan, ada norma-norma yang harus kita ikuti, pembangunan itu memang tidak boleh henti karena itu terkait dengan kesejahteraan masyarakat terkait juga dengan pertumbuhan ekonomi," ungkap Raja Antoni.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.