Cegah Kekerasan Seksual, Pendidikan Seks Perlu Diajarkan Sejak Dini ke Anak-anak
Bahkan, kata dia, kasus kekerasan seksual ini sudah merambah hingga ke ruang privat, termasuk dalam lingkup keluarga.Â
Penulis:
Hasanudin Aco
Editor:
Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Socio Legal Studies, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Putri Qurrota’aini mengungkapkan keprihatinannya atas maraknya kasus kekerasan berbasis gender (gender-based violence) terhadap perempuan dan anak perempuan belakangan ini.
Bahkan, kata dia, kasus kekerasan seksual ini sudah merambah hingga ke ruang privat, termasuk dalam lingkup keluarga.Â
Baca juga: Modus Tilang, Oknum Satlantas Polresta Kupang Kota Diduga Lecehkan Siswi SMK di Kantor Polisi
"Anak perempuan, di mana pun mereka berada, seringkali hidup dalam bayang-bayang ancaman terhadap keselamatan diri. Ironisnya, rumah yang seharusnya menjadi tempat paling aman justru kerap menjadi lokasi terjadinya kekerasan. Fakta tragis ini menunjukkan bahwa banyak anak perempuan tidak lagi merasa aman, bahkan di lingkungan keluarga sendiri," ujar Putri kepada wartawan, Rabu (7/5/2025).
Putri menyingung kasus nyata kekerasan seksual terhadap anak perempuan di bawah umur di Garut, Jawa Barat baru-baru ini. Polres Garut berhasil mengungkap tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur yang pelakunya adalah orang terdekat korban, ayah kandung dan pamannya sendiri.Â
Baca juga: Temuan 54 Kasus Kekerasan Seksual oleh Penyelenggara Pemilu Tahun 2023, KPU Sudah Bentuk Satgas
"Kasus di Garut ini menjadi pengingat penting bahwa perlindungan terhadap perempuan danÂ
anak harus dimulai dari keluarga, dengan kesadaran bahwa ruang privat tidak boleh dianggap kebal terhadap hukum," tandas dia.
Menurut Putri, salah satu solusi untuk mencegah kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak adalah pendidikan seks (sex education) harus mulai diajarkan sejak dini kepada anak-anak. Dia berharap negara mengambil peran penting dalam menyusun kurikulum yang tepat untuk pendidikan seks tersebut.
"Selain itu, sekolah dan guru juga harus berperan besar dalam mendukung dan menjalankan program ini di lingkungan pendidikan. Tidak kalah penting, orang tua juga wajib terlibat aktif dalam memberikan pemahaman kepada anak-anaknya," tutur dia.
Putri mengingatkan, keterlibatan orang tua penting karena kasus pelecehan terhadap anak perempuan sering kali justru datang dari lingkungan terdekat mereka, baik di dalam keluarga maupun di sekitar tempat tinggalnya. Tak hanya itu, kata dia, masyarakat juga harus mulai mengubah stereotipe yang menganggap bahwa mengenalkan pendidikan seks sejak dini itu identik dengan mengajarkan hal-hal yang bersifat pornografi.Â
"Padahal, pendidikan ini justru bertujuan untuk melindungi anak-anak, agar mereka tahu bagian-bagian tubuh mana saja yang harus mereka jaga dan lindungi, karena bagian-bagian tersebut sering menjadi sasaran pelaku pelecehan seksual," jelas dia.
"Selain itu, anak perempuan juga harus didorong dan diajarkan untuk berani speak up ketika mengalami kekerasan berbasis gender, supaya mereka tidak lagi merasa takut atau malu untuk melaporkan kejadian yang menimpa mereka," kata dia menambahkan.
Apabila dilihat dari sudut pandang teori hukum feminis atau feminist legal theory, kata Putri, kasus kasus kekerasan seksual terhadap anak seperti di Garut menunjukan realita pahit bahwa hukum yang berlaku saat ini sering kali belum benar-benar mampu melindungi perempuan dan anak perempuan dari kekerasan seksual yang terjadi di ranah privat seperti keluarga.Â
Dijelaskan Putri bahwa teori hukum feminis memandang kekerasan seksual itu bukan sekadar tindak kriminal semata, tapi bagian dari sistem sosial patriarki yang melegalkan dominasi laki-laki atas tubuh dan hak perempuan. Bahkan di tempat yang seharusnya jadi ruang paling aman, yaitu keluarga.
"Pola asuh yang salah, bukan sekadar persoalan teknis pengasuhan, tetapi juga bagian dari sistem budaya yang menempatkan perempuan dan anak perempuan sebagai pihak yang rentan dan subordinat," kata dia.
Baca juga: Respons Gubernur NTB soal Pengajar Pondok Pesantren Lakukan Kekerasan Seksual ke Santriwatinya
Karena itu, lanjut Putri, upaya penanganan kekerasan seksual tidak cukup hanya melalui penegakan hukum, tetapi juga harus mencakup perubahan struktural. Perubahan tersebut meliputi pendidikan kesetaraan gender sejak dini, penguatan perlindungan hukum yang berpihak kepada korban, serta pemberdayaan masyarakat agar berani melaporkan dan memutus rantai kekerasan yang sudah mengakar.
Bersama PSSI-FIFA Hadirkan Lapangan Sepak Bola Ramah Anak di Kawasan Bank Mandiri Wijayakusuma |
![]() |
---|
Prabowo Siap Buka 35 Sekolah Berasrama untuk Anak Tak Mampu pada Juli 2025 |
![]() |
---|
Sosok Eky Priyagung, Komika yang Bongkar Kasus Pencabulan Anak di Makassar, Terjadi Sejak 2009 |
![]() |
---|
Suasana Mencekam saat Kecelakaan Bus ALS Jurusan Medan-Bekasi di Padang Panjang |
![]() |
---|
Awal Mula Kasus Pencabulan Anak di Makassar Terbongkar, Komika Eky Priyagung jadi Korban |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.