Kasus Suap Ekspor CPO
Djuyamto Terima Suap Paling Banyak dari 2 Hakim Lain Kasus Vonis Lepas Perkara CPO, Capai Rp 7,5 M
Djuyamto mendapat bagian terbanyak yakni sekitar Rp 7,5 miliar untuk pengurusan kasus suap pemberi vonis onslag dalam perkara korupsi ekspor CPO.
Penulis:
Abdi Ryanda Shakti
Editor:
Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Djuyamto, Hakim Pengadilan Jakarta Selatan ditetapkan bersama dua hakim lainnya menjadi tersangka dalam kasus suap pemberi vonis onslag atau lepas dalam perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO).
Dia terbukti menerima aliran dana suap untuk pengurusan perkara saat ditunjuk menjadi Ketua Majelis Hakim perkara tersebut oleh Wakil Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Muhammad Arif Nuryanta yang kini menjabat Ketua PN Jakarta Selatan.
Baca juga: Daftar Barang Disita Terkait Kasus Suap Vonis Lepas Korporasi CPO, Uang Dolar hingga 21 Motor Mewah
Total sekitar Rp 22,5 miliar dari Rp 60 miliar yang diberikan pengacara tersangka korporasi dalam perkara tersebut melalui Arif kepada Djuyamto dan dua hakim lain yakni Ali Muhtarom sebagai Hakim AdHoc dan Agam Syarif Baharudin sebagai Hakim Anggota.
"Saat itu yang bersangkutan (Arif) menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakpus kemudian menunjuk majelis hakim yang terdiri dari DJU sebagai ketua majelis, kemudian AM adalah hakim adhoc dan ASB sebagai anggota majelis," ujar Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar di kantornya, Senin (14/4/2025).

Arif yang kini juga sudah ditetapkan sebagai tersangka awalnya memberikan uang sebesar Rp 4,5 miliar ke Djuyamto cs untuk membaca berkas perkara.聽
Uang itu dibagi rata sehingga per orang mendapat Rp 1,5 miliar.
Tahap selanjutnya, Arif kembali memberikan uang Rp 18 miliar kepada Djuyamto cs pada September hingga Oktober 2024 dengan tujuan agar sidang yang mereka pimpin dikondisikan agar berujung vonis onslag atau lepas.
"ASB menerima uang dollar dan bila disetarakan rupiah sebesar Rp 4,5 miliar, kemudian DJU menerima uang dollar jika dirupiahkan sebesar atau setara Rp 6 miliar, dan AL menerima uang berupa dollar Amerika jika disetarakan rupiah sebesar Rp 5 miliar,鈥 ujarnya.
Baca juga: Kejagung Tetapkan 3 Hakim sebagai Tersangka Vonis Lepas Kasus Korporasi Pengekspor CPO
Sehingga, dalam pembagian uang suap ini, Djuyamto mendapat bagian terbanyak yakni sekitar Rp 7,5 miliar untuk pengurusan kasus tersebut.
Untuk informasi, dalam perkara suap vonis onslag ini, Kejagung sendiri awalnya menetapkan empat orang sebagai tersangka.
Empat tersangka tersebut adalah:
- MAN alias Muhammad Arif Nuryanta, yang kini menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
- WG yang kini merupakan panitera muda di Pengadilan Negeri Jakarta Utara
- Sementara itu MS dan AR berprofesi sebagai advokat.
"Penyidik menemukan fakta dan alat bukti bahwa MS dan AR melakukan perbuatan pemberian suap dan atau gratifikasi kepada MAN sebanyak, ya diduga sebanyak Rp60 miliar," kata Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, Sabtu (12/4/2025) malam.
Abdul Qohar menjelaskan jika suap tersebut diberikan untuk memengaruhi putusan perkara korporasi sawit soal pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya.
"Terkait dengan aliran uang, penyidik telah menemukan bukti yang cukup bahwa yang bersangkutan (MAN) 聽diduga menerima uang sebesar 60 miliar rupiah," ujar Abdul Qohar.
"Untuk pengaturan putusan agar putusan tersebut dinyatakan onslag, dimana penerimaan itu melalui seorang panitera namanya WG," imbuhnya.
Putusan onslag tersebut dijatuhkan pada tiga korporasi raksasa itu.聽
Padahal, sebelumnya jaksa menuntut denda dan uang pengganti kerugian negara hingga sekira Rp 17 triliun.
Dalam perjalanannya, Kejagung juga menetapkan tiga orang lainnya sebagai tersangka. Ketiganya merupakan majelis hakim yang memberikan vonis onslag dalam perkara tersebut, yakni:
- Djuyamto sebagai Ketua Majelis Hakim
- Ali Muhtarom sebagai Hakim AdHoc
- Agam Syarif Baharudin sebagai Hakim Anggota
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.