Harun Masiku Buron KPK
Hakim Diminta Dalami Kesaksian Agustiani Tio yang Mengaku Diimingi OTK Rp 2 M Sebelum Diperiksa KPK
Hakim diminta untuk mendalami kesaksian Agustiani Tio yang mengaku diimingi OTK uang senilai Rp 2 Miliar sebelum dia diperiksa KPK.
Penulis:
Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor:
Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Julius Ibrani menilai hakim sebaiknya melakukan pendalaman dan memeriksa kesaksian Agustiani Tio Fridelina di sidang praperadilan di PN Jakarta Selatan, Jumat (7/2/2025).Â
Mantan narapidana kasus suap pergantian antar waktu (PAW) Harun Masiku, Agustiani Tio Fridelina mengaku ditawari uang Rp 2 miliar oleh orang tak dikenal (OTK) sebelum diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baca juga: Kubu Hasto Minta Penyidik KPK AKBP Rossa Dihadirkan saat Praperadilan, Diduga Ancam Agustiani Tio
Tio juga mengaku merasa diintimidasi ketika diperiksa.
Hal itu diungkapkan Agustiani Tio saat dihadirkan oleh tim kuasa hukum Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (7/2/2025).
Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Julius Ibrani melihat ada tiga persoalan yang fundamental dalam suatu proses hukum acara pidana dalam kerangka projustisia.
Pertama, Julius menyebut adanya dugaan intimidasi yang dilakukan oleh pihak penyidik terhadap Agustiani Tio.
Lalu, intimidasi ditujukan untuk menyebut nama salah satu orang dengan melakukan perbuatan tertentu.Â
Namun kesaksian itu bukan peristiwa yang sebenarnya dialami, didengar, dan dilihatnya.Â
Selanjutnya, ada seseorang yang mengaku menawarkan sejumlah uang kepada Tio untuk memberikan keterangan sesuai dengan apa yang didesak oleh penyidik.Â
Baca juga: Agustiani Tio Ngaku Diimingi Uang Rp2 Miliar oleh OTK agar Bicara Jujur Saat Diperiksa KPK
Yaitu menyebut satu nama, lalu satu nama itu melakukan sebuah perbuatan penyuapan terhadap Harun Masiku.
"Dari tiga peristiwa itu, maka bisa dipastikan apabila yang melakukan itu sudah terjadi dua pelanggaran dan satu kejahatan," kata Julius saat dihubungi, Minggu (9/2/2025).
Julius menjelaskan, dua pelanggaran itu berupa pelanggaran dalam proses hukum acara di mana dalam menggali/mencari/mengumpulkan alat bukti yang berupa keterangan saksi itu harus dilakukan secara sah.
Dimana, tidak boleh dilakukan dengan cara-cara paksaan, cara-cara intimidasi apalagi mengarahkan untuk memberikan keterangan yang sebenarnya tidak atau bukan sebuah peristiwa yang dialami, didengar, dan dilihat oleh si saksi.Â

"Nah pelanggaran ini sudah pelanggaran etik yang sangat fundamental sehingga harusnya berpotensi dinyatakan sebagai sebuah pelanggaran berat dengan sanksi dilakukan pemecatan secara tidak hormat terhadap penyidik tersebut," jelas Julius.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.