Kisah para remaja perempuan Afganistan yang jadi penenun karpet akibat dilarang bersekolah oleh Taliban
Sekitar 1,5 juta warga Afganistan bekerja sebagai penenun karpet, 90% di antaranya adalah perempuan. Para remaja perempuan masuk ke…
Sejak Taliban merebut kekuasaan di Afganistan pada 2021, anak perempuan di atas usia 12 tahun di negara itu dilarang bersekolah. Taliban juga membatasi jenis pekerjaan yang boleh dilakukan perempuan.
Kondisi ini memaksa banyak perempuan Afganistan bekerja sebagai penenun karpet, profesi yang menuntut jam kerja panjang. Sektor ini merupakan satu dari sedikit bidang pekerjaan, menurut aturan Taliban, dapat dijalankan para perempuan.
Menurut Persatuan Bangsa-Bangsa, sekitar 1,2 sampai 1,5 juta warga Afghanistan menggantungkan pendapatan pada industri tenun karpet. Dari seluruh pekerja di industri tenun karpet, sekitar 90% merupakan perempuan.
Shakila, 22 tahun, adalah mantan pelajar yang pernah bercita-cita menjadi pengacara. Dia bercerita bagaimana terbatasnya kesempatan bagi para perempuan untuk bisa mengakses pekerjaan yang mereka dambakan.
"Kami tidak bisa melakukan hal lain selain menenun karpet," kata Shakila, yang kini memimpin usaha penenunan karpet milik keluarga.
"Tidak ada pekerjaan lain," ujarnya.
Shakila berkata, bisnis tenun karpet menghasilkan keuntungan yang kecil—kondisi yang menurutnya berkebalikan dengan situasi di negara lain.
Suatu kali, sebuah karpet yang dibuat oleh Shakila dan dua saudara perempuannya dipamerkan di sebuah ajang di Kazakhstan pada 2024. Karya karpet sutra seluas 13 meter persegi itu lalu terjual seharga $18.000 (Rp302 juta).
Di Afghanistan, kata Shakila, mereka harus menjual karpet dengan jenis yang sama dengan harga yang jauh lebih murah. Situasi itu disebutnya menjerat para pekerja dalam pekerjaan dengan upah rendah.
Sebuah karpet tenun yang dikerjakan secara manual dengan tangan rata-rata dijual antara $100-$150 (Rp1,6 juta-Rp2,5 juta) per meter persegi.
"Musuh pendidikan perempuan"
Shakila dan keluarganya berasal dari Dasht-e Barchi, sebuah daerah yang dikenal sebagai permukiman kaum miskin di pinggiran barat Kabul.
Mereka tinggal di sebuah rumah sederhana dengan dua kamar tidur. Mereka berbagi rumah dengan orang tua mereka yang sudah lanjut usia dan tiga saudara laki-laki mereka.
Salah satu kamar di rumah itu telah diubah menjadi bengkel pembuatan karpet.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.