bet365×ãÇòͶע

Senin, 12 Mei 2025

Urgensi Vaksinasi COVID-19 ke Masyarakat Adat Terkendala KTP

Dari sekitar 17 juta warga adat, kurang dari 1% yang sudah divaksin. Tidak adanya KTP jadi kendala birokrasi di tengah urgensi pandemi…

 

Pada awal Juli 2021 telah wafat Dolfintje Gaelagoy atau Mama Do, tokoh komunitas adat Marafenfen yang dikenal atas keberaniannya melawan konsesi perkebunan gula di Kepulauan Aru, Maluku. Kepergian Mama Do menambah panjang daftar tokoh masyarakat adat yang meninggal akibat COVID-19.

"Vaksinasi menjadi urgent sekali saat ini karena kampung-kampung adat tidak bisa lagi melindungi warganya dari paparan COVID-19," kata Devi Anggraini, Ketua Persekutuan Perempuan Adat Nusantara (Perempuan AMAN), organisasi sayap Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). "Kami telah kehilangan banyak pemimpin perjuangan di kampung-kampung."

Setiap warga negara memiliki hak untuk sehat dan aman dari ancaman virus corona, tetapi akses untuk mendapatkan vaksin COVID-19 masih sangat di luar jangkauan mayoritas masyarakat adat. Dari sekitar 17 juta jiwa anggota masyarakat adat, kurang dari 1% sudah divaksinasi COVID-19, menurut Devi.

Ia mengungkapkan bahwa masyarakat adat teralienasi dari program vaksinasi pemerintah karena pendistribusian vaksin COVID-19 diprioritaskan di kota-kota besar dan kebanyakan jatah vaksin dialokasikan untuk pengurus desa di tempat masyarakat adat tinggal.

Menurut Devi, meskipun kampung-kampung adat berada di dalam desa, kebanyakan kampung tersebut belum diakui secara administratif sebagai bagian dari wilayah desa karena sebagian besar warga adat belum punya kartu tanda penduduk (KTP).

Akibatnya, mereka tidak terdaftar di dalam data kependudukan, dan tidak bisa mendaftar vaksinasi karena program berskala nasional ini mensyaratkan warga menunjukkan KTP.

"Kebanyakan informasi tentang akses vaksinasi juga disampaikan secara daring, dan kesenjangan teknologi menyebabkan masyarakat terkesklusi dari proses tersebut," kata Devi kepada DW Indonesia.

Rentan terinfeksi, fasilitas kesehatan kurang

Menurut Devi, warga adat sangat rentan terinfeksi COVID-19 dari orang luar yang masuk ke wilayahnya. Mereka tidak bisa menolak kedatangan orang-orang karena sebagian dari wilayah adat telah menjadi bagian dari area konsesi perusahaan swasta dan proyek strategis pemerintah yang mayoritas memperkerjakan orang-orang dari luar perkampungan mereka.

Di kabupaten Barito Timur di Kalimantan Tengah, misalnya, Perempuan AMAN menerima laporan bahwa sebagian orang yang terlibat di dalam proyek konsesi dan pembangunan sering keluar masuk kampung adat untuk memancing dan mencari hiburan.

Akibatnya, transmisi virus menjadi tidak terhindarkan karena orang-orang dari luar wilayah adat tersebut ternyata telah terpapar virus walaupun gejalanya tidak tampak. "(Masyarakat adat) tidak mungkin bisa mengunci diri (dari interaksi dengan orang luar). Apalagi mereka sudah tidak punya lagi akses pada tanah adat mereka," kata Devi.

Masalah lebih serius dihadapi oleh masyarakat adat di daerah-daerah terpencil karena kawasan ini belum tentu memiliki fasilitas kesehatan.

Jikalau ada fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan belum tentu ada di masa pembatasan kegiatan masyarakat, kata Devi. Ia menjelaskan, kebijakan tersebut telah membatasi ruang gerak tenaga kesehatan menuju fasilitas kesehatan di kampung adat sehingga mereka tidak bisa melayani masyarakat adat, termasuk mensosialisasikan bahayanya pandemi COVID-19 dan pentingnya vaksinasi.

Pemerintah perlu jemput bola

Devi berpendapat pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan afirmasi dengan memberikan perlakuan khusus kepada masyarakat adat, misalnya seperti memungkinkan warga adat untuk divaksinasi tanpa harus menunjukkan KTP.

Halaman
12
Sumber:
Berita Rekomendasi
  • AA

    Berita Terkini

    © 2025 bet365×ãÇòͶע, a subsidiary of . All Right Reserved
    bet365×ãÇòͶע Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan