Pemerintah Diminta Ambil Langkah Konkret Dorong Investasi Asing demi Antisipasi Perang Tarif
Pemerintah Indonesia perlu lebih proaktif di tengah ketidakpastian global yang dipicu oleh perang tarif.
Penulis:
Seno Tri Sulistiyono
Editor:
Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Business Economics Conference (BEC) 2025 menyoroti pentingnya reformasi kebijakan Foreign Direct Investment (FDI) agar lebih terbuka, efisien, dan inklusif.
Akademisi Universitas Prasetiya Mulya dan CME Chief Economist,Alvin Desfiandi, mengatakan, Pemerintah Indonesia perlu lebih proaktif di tengah ketidakpastian global yang dipicu oleh perang tarif.
“Negara tetangga sudah menjemput bola, Indonesia jangan sampai ketinggalan," ujar Alvin dalam diskusi tersebut dikutip Kamis (17/4/2025).
Oleh sebab itu, Alvin menyebut, pemerintah perlu mengambil langkah konkret untuk mendorong masuknya arus investasi asing.
"Tidak hanya fokus kepada tujuan jangka panjang, tetapi juga capaian jangka pendek yang bisa diraih melalui deregulasi yang tepat sasaran,” kata Alvin.
Diketahui, Indonesia sudah menjalankan sejumlah fundamental reforms. Namun, meminjam istilah Bank Dunia, tantangan ke depan ada pada efficiency reforms: reformasi yang mendorong produktivitas dan daya saing.
Menurut Bank Dunia, inilah jalan krusial agar Indonesia bisa naik kelas menjadi negara berpendapatan tinggi sesuai visi Indonesia Emas 2045.
Saat ini kontribusi FDI terhadap PDB Indonesia masih di bawah 2 persen dan masih di bawah negara tetangga seperti Vietnam yang sudah mencapai 4–5 persen.
Yang lebih mengkhawatirkan, sebagian besar FDI ke Indonesia masih bersifat market-seeking, yang mengandalkan demografi raksasa Indonesia semata tanpa mendorong produktivitas atau ekspor.
FDI yang bersifat market seeking cenderung menghasilkan pertumbuhan rendah dan upah rendah, alih-alih efficiency-seeking, investasi yang berorientasi pada efisiensi biaya, optimalisasi produksi, dan penciptaan lapangan kerja berkualitas.
Baca juga: Daftar Barang yang Diimpor China dari AS, Kena Dampak Perang Tarif: Biji-bijian Rp301 T
Berbeda dengan korporasi multinasional yang kerap hanya berorientasi pasar domestik, UKM global (global SMEs) cenderung lebih agile dan adaptif.
Alvin menambahkan, untuk memperkaya ekosistem investasi dan membuka ruang bagi pelaku yang lebih beragam dan berdampak, kebijakan yang lebih inklusif, termasuk peninjauan ulang persyaratan modal minimum, perlu dipertimbangkan secara serius.
Dari perspektif hukum dan regulasi, Safita Narthfilda dari TRILEXICA at Law mengangkat adanya urgensi untuk melakukan terobosan seperti regulatory sandbox yang ramah inovasi.
Baca juga: Wall Street Terpuruk: Saham AS Rugi Ribuan Triliun Akibat Perang Tarif Trump-China
Regulatory sandbox dapat digunakan untuk mempercepat dan memutakhirkan proses perizinan.
"Inisiatif ini penting agar Indonesia mampu bersaing dengan negara-negara lain di tengah kompetisi ketat dalam menarik investasi global, khususnya di tengah konflik geopolitik," paparnya.
Trump Terapkan Tarif 25 Persen bagi Negara Pembeli Minyak Venezuela |
![]() |
---|
Pakar Hukum Sebut Regulasi Berbelit Jadi Hambatan Arus Investasi Asing Masuk ke Indonesia |
![]() |
---|
Investasi Asing Terus Mengalir, Kebutuhan Law Firm Diprediksi Ikut Meningkat |
![]() |
---|
Siapa Pemasok Baja dan Aluminium Utama ke AS, Apakah Kena Imbas Tarif Impor Trump? |
![]() |
---|
Dirut BRI Waspadai Tantangan Perbankan Tahun Ini, Termasuk Perang Tarif Trump |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.