Wamen Fahri Hamzah Ungkap Hunian Vertikal di Perkotaan Belum Populer di Kalangan Masyarakat
Banyak masyarakat yang bekerja di ibu kota, tetapi tinggal di daerah penyangga seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
Penulis:
Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor:
Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Fahri Hamzah mengungkapkan bahwa hunian vertikal seperti apartemen atau rumah susun masih belum diminati oleh masyarakat perkotaan.
Fahri menyoroti kondisi di Jakarta sebagai contoh. Ia menjelaskan bahwa setiap pagi dan sore, puluhan juta orang keluar-masuk Jakarta.
Banyak di antara mereka bekerja di ibu kota, tetapi tinggal di daerah penyangga seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
Baca juga: Kejar Target 3 Juta Rumah, Perumnas Kembangkan Hunian Tapak Berkonsep TOD di Parung Panjang Bogor
Menurut Fahri, orang memilih tinggal di luar Jakarta karena harga tanah di Jakarta yang makin mahal. Sementara itu, hunian vertikal belum menjadi pilihan yang populer di masyarakat.
Hal itu disampaikan Fahri ketika memberi sambutan dalam acara Rapat Koordinasi Teknis Perumahan Perdesaan di gedung Sasana Bhakti Praja Kementerian Dalam Negeri, Jakarta Pusat, Selasa (29/4/2025
"Harga tanah Jakarta makin mahal, sehingga orang tidak sanggup lagi tinggal di Jakarta. Apalagi konsep rumah vertikal itu belum terlalu populer. Akhirnya orang pindah ke luar Jakarta, Jabodetabek, punya rumah tapak di sana yang sederhana, tapi setiap pagi keluar masuk Jakarta. Public transportation belum terlalu memadai, menciptakan kepadatan dan kemacetan yang luar biasa," kata Fahri.
Fahri menyebut Presiden Prabowo Subianto telah memberi instruksi agar lahan milik negara di kota-kota besar bisa dimanfaatkan untuk membangun hunian.
Tugas itu akan menjadi tanggung jawab Direktur Jenderal Perumahan Perkotaan Kementerian PKP Sri Haryati.
Fahri mengatakan pengembang akan diberikan akses untuk menggunakan tanah negara dalam membangun hunian vertikal.
"Kami minta para pengembang untuk membangun. Kami hitung harga tanahnya, harga tanahnya menjadi elemen subsidi bagi negara," ujar Fahri.
Setelah tanah dan izin pembangunan dipastikan bersih, Fahri menyebut biaya pembangunan dan margin keuntungan akan dihitung. Dari situ, mereka bisa menentukan harga jualnya.
"Setelah tanahnya bersih, izinnya bersih, hitung berapa biayanya. Nanti biaya itu ditambah dengan keuntungannya, kami bisa putuskan kira-kira harganya berapa," ucapnya.
Sebagai informasi, tanah-tanah di perkotaan milik negara yang ditawarkan ini datang dari sumber. Ada dari kementerian dan BUMN.
Contohnya tanah milik BUMN, ada yang berasal dari aset punya PT PP (Persero), PT Kereta Api Indonesia (Persero), dan Perumnas.
Ada dari Kementerian Sekretariat Negara di Kemayoran. Lalu, ada juga bekas perumahan anggota DPR di Kalibata dan di kawasan Gelora Bung Karno (GBK). Ketiganya ada di Jakarta.
Dari Kementerian Keuangan juga disebut menyediakan lahan milik Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang berasal dari aset barang sitaan eks Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Ìý
Mengatasi Permasalahan Sampah Melalui Metode Budidaya Maggot |
![]() |
---|
Menteri Maruarar Janji Kawal Pembayaran Pengembalian Uang Konsumen Meikarta yang Batal Pesan Unit |
![]() |
---|
Menteri Maruarar Sirait Beri Lippo Group Waktu hingga 23 Juli Bayar Kerugian Konsumen |
![]() |
---|
Sandera Anak hingga Rusak Mobil, Begini Detik-detik WNA asal Ghana Mengamuk di Kalibata City |
![]() |
---|
Update Pembangunan IKN: Kawasan Istana dan Kemenko Selesai Juni 2025, 17 Tower Hunian ASN Tersedia |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.