Pemerintah Terus Gaungkan Penerapan Prinsip ''Polluter Pays'' untuk Para Pembuang Sampah
Dalam perjalanan menuju TPA tersebut, ia mendapati pemandangan yang membuat miris yakni timbunan sampah yang berserakan di sepanjang jalan.
Penulis:
Danang Triatmojo
Editor:
Acos Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Di tengah upaya ambisius Pemerintahan Prabowo Subianto mencapai 100 persen pengelolaan sampah nasional pada 2029, prinsip pencemar membayar (Polluter Pays Principle) atau atau siapa yang buang sampah, dia yang harus bayar, terus digaungkan dengan lebih serius.
Prinsip ini bukan sekadar jargon, tapi menjadi pendekatan nyata dalam mengatasi krisis pengelolaan sampah di Indonesia.
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menegaskan bahwa pengelolaan sampah kini menjadi tanggung jawab bersama, bukan hanya pemerintah, melainkan setiap individu yang turut mencemari lingkungan.
"Dengan prinsip ‘polluter pays’, setiap individu atau entitas yang menghasilkan lebih banyak sampah, seharusnya lebih bertanggung jawab dalam membayar biaya pengelolaan sampah," ujar Hanif dalam keterangannya, Selasa (13/5/2025).
Pernyataan ini disampaikan usai Hanif meninjau langsung Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Kemang di Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Riau, pada Minggu, 11 Mei 2025.Â
Dalam perjalanan menuju TPA tersebut, ia mendapati pemandangan yang membuat miris yakni timbunan sampah yang berserakan di sepanjang jalan.
Pemandangan tersebut menjadi simbol nyata bahwa edukasi tentang sampah masih jauh dari kata cukup. Masyarakat masih menganggap sampah sebagai urusan pemerintah, bukan persoalan pribadi yang menuntut tanggung jawab kolektif.
Baca juga: Protes Terkait Besaran Iuran Retribusi Sampah, Warga Tambun Bekasi Mengaku Dianiaya Pengurus RT
Untuk diketahui, prinsip pencemar membayar atau Polluter Pays Principle di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Prinsip ini menyatakan bahwa pelaku usaha atau individu yang menyebabkan pencemaran atau kerusakan lingkungan wajib menanggung biaya penanggulangannya, termasuk biaya pemulihan fungsi lingkungan yang telah dicemari atau rusak.Â
"Saya Bayar Pajak, Kenapa Masih Harus Bayar Sampah?"
Ini adalah kalimat yang kerap muncul saat wacana pungutan pengelolaan sampah dibahas. Namun, Menteri Hanif menjelaskan bahwa sampah bukan hanya soal kewajiban negara, tapi lebih kepada kontribusi perorangan terhadap pencemaran.
Dalam skema baru ini, mereka yang menghasilkan sampah dalam jumlah besar—baik rumah tangga, pelaku usaha, hingga industri—akan dikenakan biaya tambahan sesuai volume dan jenis limbah yang dihasilkan.
Prinsip ini sebenarnya telah lama diterapkan di banyak negara maju, dan terbukti efektif mendorong masyarakat mengurangi sampah dari sumbernya.
Membangun Kesadaran Lewat Kebijakan Tegas
Menurut Hanif, pendekatan "siapa buang sampah, dia bayar" akan diintegrasikan ke dalam regulasi teknis, termasuk melalui perda dan mekanisme retribusi sampah berbasis kuantitas dan jenis.
Baca juga: Keracunan Massal di Blitar, 27 Warga Dirawat usai Santap Kolak Kacang Hijau di Acara Posyandu
Selain itu, kementerian juga mendorong penerapan teknologi dalam pengelolaan sampah, termasuk kolaborasi dengan sektor swasta dan penguatan bank sampah di tingkat komunitas.
"Perlu kolaborasi yang lebih kuat antara pemerintah dan sektor dunia usaha agar solusi terhadap masalah ini bisa benar-benar efektif," tegas Hanif.
Menuju 2029, Masyarakat Tak Bisa Lagi Jadi Penonton
Dengan target 50 persen pengelolaan sampah pada 2025 dan 100 persen di 2029, peran aktif masyarakat menjadi kunci. Tak hanya memilah dan mengurangi sampah, warga juga harus siap mengambil tanggung jawab finansial atas limbah yang mereka hasilkan.
Di era baru ini, membuang sampah sembarangan tak hanya urusan moral, tapi juga berimplikasi langsung pada kantong. Karena dalam visi lingkungan Pemerintahan Prabowo, setiap sampah punya harga—dan harus dibayar oleh yang menciptakannya.
Waspada Penipuan Iklan Mobil di Medsos, Warga Lueng Bata Tertipu Rp140 Juta, Kenali Modusnya |
![]() |
---|
Ambil Peran untuk Dampak Berkelanjutan, Nasabah PNM Mekaar Raih Penghargaan Mata Lokal Award 2025 |
![]() |
---|
Punya 28 Juta Hektare Lahan Gambut dan Hutan Mangrove, Indonesia Potensi Jadi Raksasa Karbon Dunia |
![]() |
---|
Mata Lokal Fest 2025: Nasabah PNM Mekaar Raih Penghargaan Berkat Inovasi Pengolahan Sampah |
![]() |
---|
Protes Terkait Besaran Iuran Retribusi Sampah, Warga Tambun Bekasi Mengaku Dianiaya Pengurus RT |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.