Fenomena Turunnya Jumlah Penduduk di Luar Negeri Apakah Bisa Dialami Indonesia? Begini Kata AhliÂ
Generasi muda di Indonesia saat ini pun mulai menimbang saat memutuskan ingin membangun sebuah keluarga
Penulis:
Aisyah Nursyamsi
Editor:
Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan bet365×ãÇòͶעnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Saat ini di beberapa negara tengah mengalami tren penyusutan jumlah penduduk.
Negara yang mengalami fenomena ini misalnya seperti Jepang, Korea Selatan dan beberapa negara di Eropa. Indonesia pun berisiko alami penurunan angka kelahiran.
Beberapa negara yang mengalami penyusutan ini ternyata bukan dikarenakan tanpa program keluarga berencana (KB), melainkan faktor lain.
Hal ini diungkapkan oleh Ketua Pusat Kesehatan Reproduksi Universitas Gajah Mada (UGM), Prof Dr Siswanto Agus Wilopo, SU, M.Sc., ScD.
"Alasannya banyak, salah satunya dari faktor biologis. Misalnya, orang jepang 10 tahun lalu kalau pulang kantor jam 7 malam.
Baca juga: Sektor Ketenagakerjaan Mulai Pulih, Jumlah Penduduk Bekerja Bertambah 4,55 Juta Orang
Sekarang laki-laki kalau pulang kantor jam 12 malam," ungkapnya pada acara media training yang diadakan di Yogyakarta, Minggu (21/8/2022).
Pulang lebih lambat membuat fisik pekerja di Jepang lelah ketika tiba di rumah sehingga frekuensi berhubungan seksual pun menurun.
Padahal secara teori, frekuensi seks mempengaruhi potensi kehamilan.
Faktor lain adalah banyak orang yang memilih untuk menunda pernikahan setelah mencapai target tertentu. Prof Siswanto pun menyebutkan Singapura sebagai salah satu contohnya.
"Di Singapura, banyak perempuan tidak mau menikah jika belum memiliki posisi tertentu.
Dan di China, antara laki-laki dengan perempuan yang sukses itu hampir berimbang. Sedangkan di sini masih banyak laki-laki sukses," kata Prof Siswanto menambahkan.
Trend ini bisa juga masuk ke dalam Indonesia.
Menurut Prof Siswanto, hal ini pun tidak bisa dihindari.
Generasi muda di Indonesia saat ini pun mulai menimbang saat memutuskan ingin membangun sebuah keluarga.
Jika situasi ekonomi masih belum kuat, maka ia akan mempertimbangkan diri untuk berumahtangga.
"Generasi muda kita mulai pilih-pilih. Kalau ekonomi belum kuat, belum memutuskan untuk berkeluarga. Studi sosiologis sudah menunjukkan seperti itu," papar Prof Siswanto lagi.