bet365×ãÇòͶע

Minggu, 4 Mei 2025

Kejaksaan Agung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Dugaan Korupsi Pengadaan Tower Transmisi PLN

Kejaksaan Agung memeriksa 3 orang saksi terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan tower transmisi tahun 2016 di PT PLN (Persero).

Penulis: Fersianus Waku
Editor: Adi Suhendi
bet365×ãÇòͶעnews.com/ Abdi Ryanda Shakti
Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana memeriksa 3 orang saksi terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan tower transmisi tahun 2016 di PT PLN (Persero). 

Laporan Wartawan bet365×ãÇòͶעnews.com, Fersianus Waku

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) memeriksa 3 orang saksi terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan tower transmisi tahun 2016 di PT PLN (Persero).

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana mengatakan ketiga saksi tersebut, yakni MD selaku General Manager Pusmankom PT PLN Kantor Pusat tahun 2017-2022.

Kemudian, C selaku Kepala Divisi SCM PT PLN Kantor Pusat tahun 2016, dan NI selaku Kepala Divisi SCM PT PLN Kantor Pusat tahun 2021.

Sumedana menegaskan pemeriksaan saksi untuk memperkuat bukti dan melengkapi berkas perkara dugaan tindak pidana korupsi tersebut.

"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan," kata Sumedana dalam keterangannya, Senin (25/7/2022).

Sumedana menjelaskan posisi perkara dugaan tindak pidana korupsi tersebut yang kini sudah naik ke tahap penyidikan.

Baca juga: Pakar Hukum: Kejagung Harus Bongkar Keterlibatan Pihak Lain dalam Kasus Garuda

Ia menyebut, pada tahun 2016 PLN memiliki kegiatan pengadaan tower sebanyak 9.085 set tower dengan anggaran pekerjaan Rp 2.251.592.767.354.

Namun, dalam pelaksanaannya PT PLN dan Asosiasi Pembangunan Tower Indonesia (ASPATINDO) serta 14 penyedia pengadaan tower pada tahun 2016 telah melakukan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan.

Akibatnya, kata Sumedana, diduga menimbulkan kerugian keuangan negara.

Sumedana pun membeberkan sejumlah fakta perbuatan melawan hukum, yakni pertama, dokumen perencanaan pengadaan tidak dibuat.

Kedua, menggunakan Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) tahun 2015 dan penyempurnaannya dalam pengadaan tower, padahal seharusnya menggunakan produk DPT yang dibuat pada tahun 2016 namun pada kenyataannya DPT 2016 tidak pernah dibuat.

Baca juga: Tingkat Kepercayaan Publik pada Kejagung Meningkat, Kapuspenkum: Memotivasi Kerja Lebih Baik

Ketiga, PT PLN dalam proses pengadaan selalu mengakomodir permintaan dari ASPATINDO sehingga mempengaruhi hasil pelelangan dan pelaksanaan pekerjaan yang dimonopoli oleh PT Bukaka, karena Direktur Operasional PT Bukaka merangkap sebagai Ketua ASPATINDO.

Keempat, PT Bukaka dan 13 penyedia Tower lainnya yang tergabung dalam ASPATINDO telah melakukan pekerjaan dalam masa kontrak (Oktober 2016-Oktober 2017) dengan realisasi pekerjaan sebesar 30 persen.

Baca juga: Komisi III DPR Nilai Kejagung Tunjukkan Komitmen Tinggi Tangani Kasus Kekerasan Seksual

Selanjutnya, pada periode November 2017 sampai dengan Mei 2018 penyedia tower tetap melakukan pekerjaan pengadaan tower tanpa legal standing yang kondisi tersebut memaksa PT PLN (persero) melakukan addendum pekerjaan pada bulan Mei 2018 yang berisi perpanjangan waktu kontrak selama 1 tahun.

Kelima, PT PLN dan Penyedia melakukan adendum kedua untuk penambahan volume dari 9085 tower menjadi kurang lebih 10.000 set tower dan perpanjangan waktu pekerjaan sampai dengan Maret 2019, karena dengan alasan pekerjaan belum selesai.

Keenam, ditemukan tambahan alokasi sebanyak 3000 set tower di luar kontrak dan addendum.

Berita Rekomendasi
asd
  • AA

    Berita Terkini

    © 2025 bet365×ãÇòͶע, a subsidiary of . All Right Reserved
    bet365×ãÇòͶע Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan