Kepala Bapanas Jelaskan Alasan Hujan Bikin Harga Cabai Mahal, Singgung Kementan
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menjelaskan alasan hujan bisa mempengaruhi kenaikan harga cabai.
Penulis:
Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor:
Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menjelaskan alasan hujan bisa mempengaruhi kenaikan harga cabai.
Belakangan ini, harga cabai tengah mengalami kenaikan. Rata-rata nasionalnya melebihi Harga Acuan Penjualan (HAP).
Berdasarkan data Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok (SP2KP) Kementerian Perdagangan, selama satu bulan ke belakang, harga rata-rata nasional cabai merah keriting telah naik 10,5 persen dari Rp 56.200 ke Rp 62.100 per kg.
Baca juga: Stunting Turut Dipengaruhi Kesehatan Mental Ibu, Bapanas Ingatkan Pentingnya MPASIÂ
Harga cabai rawit merah naik 41,1 persen dari Rp 65.200 ke Rp 92 ribu per kg. Lalu, harga cabai merah besar naik 7,05 persen dari Rp 61 ribu ke Rp 65.300 per kg.
Menurut Arief, hujan menjadi faktor yang menyebabkan kenaikan harga cabai karena berkaitan dengan sistem pertanian terbuka, di mana tanaman cabai tumbuh di lapangan terbuka tanpa perlindungan.
Seharusnya, cabai ditanam dengan pelindung seperti cungkup atau green house untuk mencegah tanaman terkena hujan.
Baca juga: Bapanas Pastikan Ketersediaan Komoditas Pangan Aman Saat Ramadan 2025, Segini Stoknya
Jika tanaman cabai terkena hujan, bunga-bunganya bisa rontok, sehingga tanaman tidak dapat berbuah. Ini akhirnya mempengaruhi ketersediaan stok.Â
Maka dari itu, ke depannya, penanaman cabai dinilai Areif tidak bisa dilakukan dengan sistem pertanian terbuka.
"Cabai itu kalau hujan bunganya itu rontok, sehingga dia tidak bisa sampai berbuah," kata Arief ketika ditemui di Pasar Johar Baru, Jakarta Pusat, Rabu (5/3/2025).
"Sebenernya ke depan pertaniannya itu jangan terbuka, tetapi harus ada cungkupnya atau ada green house-nya," ujarnya.
Ia mengatakan sudah menyampaikan hal ini kepada kementerian teknis, yakni Kementerian Pertanian (Kementan), agar penanaman cabai tak lagi menggunakan sistem pertanian terbuka.
Baca juga: Bapanas: Inflasi Pangan Sepanjang 2024 Lebih Stabil
Tanaman cabai, kata Arief, sejatinya bisa panen hingga 20 kali. Namun, sistem pertanian terbuka menjadi hambatan tersendiri, sehingga diperlukan cungkup.Â
"Kita juga sudah sampaikan kepada kementerian teknis, dinas pertanian supaya bisa membantu [penyediaan, red] cungkup-cungkup. Tanaman cabai itu kan bisa dipanen bisa 20 kali. Jadi kalau daunnya rontok sebenarnya cuma perlu cungkup. Ditudungin pakai kudung," ucap Arief.
Ia memastikan bahwa harga cabai bisa turun dalam beberapa pekan ke depan karena instensitas hujan sudah mulai menurun.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Budi Santoso menjelaskan alasan harga cabai naik belakangan ini karena kekurangan stok akibat intensitas hujan yang meningkat.
Data per 28 Februari 2025, berdasarkan catatan yang dipaparkan Budi, harga cabai rawit merah naik 23,23 persen secara bulanan menjadi Rp 81.700 per kilogram (kg).
Harga tersebut 43,33 persen di atas Harga Acuan sebesar Rp 57 ribu per kg.
"Pada prinsipnya [harga cabai rawit merah naik] karena pasokan yang berkurang karena banyak hujan pada bulan ini," kata Budi dalam rapat bersama Komisi VI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (3/3/2025).
Terkait dengan kenaikan harga ini, ia mengatakan telah berkomunikasi dengan sentra produksi cabai seperti di Magelang, Jawa Timur, dan Sulawesi untuk upaya penurunan.Â
Dialog Bersama Delegasi SSTC, Kementan Klaim Programnya Jadi Inspirasi Negara Lain |
![]() |
---|
Bapanas: Target Produksi Gula Konsumsi Nasional Tahun Ini 2,59 Juta Ton |
![]() |
---|
Anak Muda Jadi Motor Inovasi, Kementan Optimistis Pertanian Indonesia Menuju Arah Lebih Modern |
![]() |
---|
Bersama Mentan Amran, Presiden Prabowo Pimpin Tanam Padi Serentak di 14 Provinsi |
![]() |
---|
Pejabat BPK, Kementan hingga Advokat Visi Law Office Diperiksa KPK, Usut Kasus TPPU Syahrul Yasin |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.